Semua Serba Tiga dan Cerita Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Menyemarakan Dies Natalis ke-45 UNS
Serangkaian lomba dalam rangka menyemarakkan Dies Natalis ke-45 Universitas Sebelas Maret (UNS), membuat kita belajar dan berrefleksi tentang rasa kebersamaan, ketepatan memberikan informasi, serta membangkitkan daya kreativitas walau kita tengah berada dalam pandemi Covid-19. Khususnya bagi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) ketiga aspek tersebut merangkak, kemudian mendorong daya gerak bagi Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang turut serta berkompetisi dalam setiap kategori perlombaan.
FIB berhasil memperoleh juara III dari tiga kompetisi (Tendik Masuk Desa, UNS Bercerita, dan Virtual Choir). Melalui ketiga kompetisi tersebut lahir beberapa cerita yang patut disimak. Perjalanan dimulai ketika FIB turut menyemarakan kompetisi Tendik Masuk Desa, teduh dan syahdunya desa Bendosari RT 01/RW 02 Sukoharjo yang menjadi destinasi tim FIB menggenapi misi mulia Tri Dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian.
“Kami sudah berbincang dengan kepala RT di sana, menurutnya dusun Bendosari memang belum pernah ada penyuluhan secara mendalam terkait penerapan prokes Covid-19. Berawal dari pengakuan tersebut tim FIB memutuskan untuk membantu warga Bendosari dengan cara memberikan 600 masker, edukasi memakai masker, pembagian sembako, dan edukasi membuat desinfektan sekaligus mendesinfektan masjid di wilayah tersebut” papar Tri Utami, Selaku Koordinator Tim FIB Masuk Desa.
Melalui kegiatan tersebut kentara bahwa rasa kebersamaan dan kepedulian menjadi aspek yang patut terus dijunjung, terlebih saat ini dunia tengah kelabu karena pandemi Covid-19. Suramto selaku kepala RT Bendosari mengaku bahwa warganya sangat teredukasi dan terbantu karena kegiatan ini.
“Maturnuwun sanget kagem (terimakasih sekali untuk) FIB UNS yang sudah meluangkan waktu jauh-jauh dari Solo ke sini. Berkat kegiatan Tendik Masuk Desa ini kami merasa sangat teredukasi, misalnya dulu belum mengetahui cara mencuci tangan yang benar kini kami jadi paham” ungkapnya.
Sadar bahwa memberikan informasi dengan terperinci, jelas, dan mampu diterima oleh orang lain itu bukan perkara yang mudah, namun FIB melalui Tri Utami, S.E dan Maretta Elly Susilowati, S.E. berhasil membuktikannya lewat Lomba UNS Bercerita. Berkat kedua tendik yang juga sebagai sub koordinator tersebut, kita dapat belajar mengenai kemahiran mengolah kalimat yang kiranya akan diinformasikan kepada orang lain.
Lomba UNS Bercerita sendiri memiliki ketentuan penyampaian informasinya meliputi, 11 fakultas, pusat unggulan iptek, benteng pancasila, dan public space. Berbagai informasi tersebut dikemas dalam video berdurasi tujuh menit yang diberi judul Perkembangan Zaman Jangan Tinggalkan Kebudayaan, rangkaian narasi padat dan jelas yang mendeskripsikan tentang pentingnya merawat dan melestarikan budaya.
Tidak sedikit yang merasakan bahwa Covid-19 layaknya seperti rantai pemasung kebebasan. Namun, jika kita mampu menyadari kebebasan berkarya dengan kreatif sangat dinanti pada masa yang temaram seperti ini, untuk itu momentum dies natalis ke-45 UNS mengadakan lomba virtual choir dimanfaatkan dengan baik oleh FIB membentuk Rampak Budaya Choir (RBC). Suatu grup choir yang menggarap lagu daerah nusantara dengan nuansa yang berbeda, menurut Yusana Sasanti Dadtun, S.S., M.Hum RBC hadir untuk membagikan kebahagiaan.
“RBC adalah rencana jangka panjang kami memahat senyum gembira dengan media seni tarik suara. Menang atau kalah dalam lomba virtual choir tidak menjadi masalah berarti, karena tujuan awal kami memang ingin menghibur.” terangnya.
RBC menggubah lirik lagu daerah Ayo Dolanan Dakon dan Suwe Ora Jamu dengan lirik yang bernafaskan visi misi UNS dan FIB, kedua lagu tersebut dikemas dengan rancak dan asyik, menjadi harapan bagi Yusana dan tim guna menyeka pekat kepenatan di masa saat ini. Selain mengusung hal yag mulia RBC juga sebagai contoh implementasi mengelahirkan karya dengan kreatifitas walau pandemi menghantui.
Entah suatu peristiwa kebetulan atau tidak FIB mendapatkan juara III dari tiga kompetisi, namun yang boleh kita setujui bersama bahwa prestasi tetaplah suatu pencapaian dan patut diapresiasi. Berangkat dari angka tiga kami teringat akan filosofi cipta, rasa, dan karsa. Ditilik esensinya, suatu keinginan untuk menciptakan karya dengan rasa. Jika ditarik relevansinya terkait FIB yang serba tiga, angka tersebut bukanlah merupakan stigma negatif, tapi suatu anugerah dan tanda bahwa FIB mampu melahirkan karya yang berbicara tentang membagikan rasa kebersamaan, keperdulian, dan kebahagiaan (Rensi)