Page Detail

RG Filologi Malayu Sentuh Kedamaian Pasca Pemilu dengan Gelar Dialog

RG Filologi Malayu Sentuh Kedamaian Pasca Pemilu dengan Gelar Dialog

Menjalin kerja sama untuk memperluas cakrawala tentang keilmuan memang sangat diperlukan selain menggenapi tugas dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Hal tersebut juga merupakan suatu keelokan guna menerangi peradaban dengan kecerdasan. Menanggapi hal tersebut, Riset Grup (RG) Filologi Melayu Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) mengadakan dialog yang disiarkan secara langsung oleh Radio Republik Indonesia (RRI) bertajuk “Merajut Kedamaian Pasca Pemilu 2024”.

Dialog luar studio ini dilaksanakan pada Jumat siang (01/03/2024) di Ruang Seminar FIB UNS dengan menghadirkan dua narasumber yaitu, Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum (Guru Besar Ilmu Budaya FIB UNS) dan Dr. Waskito Widi W, M.A (Kaprodi Ilmu Sejarah FIB UNS). Dekan FIB UNS, Prof. Dr. Warto, M.Hum. dalam sambutanya berharap agar dalam kegiatan ini dapat bermanfaat untuk banyak masyarakat.

“Sebagai fakultas yang menjunjung tinggi nilai luhur budaya bangsa kita harus terus menularkan kedamaian pada masyarakat di masa pemilu seperti saat ini. Mari mahasiswa yang menghadiri dialog ini silakan bertanya pada narasumber serta tumbuhkan berbagai opini kesejukan untuk kita semua” tutur Prof. Warto.

Penyiar senior RRI, Ali Marsudi, sebagai pembawa acara dalam dialog kali ini memberikan pertanyaan pada Dr. Waskito tentang atmosfer pada Pemilu 2024. Secara detil beliau menyoroti tentang dimensi media sosial yang infromasinya kadang kurang sesuai fakta. “Platform di  media sosial lebih ramai dari pada di dunia nyata, namun terkadang kebohongannya itu hingga menyiksa logika” ujarnya.

Prof. Bani dalam pemaparannya menjelaskan tentang teori deskontruksi. “Coba kita gali sedikit tentang teori deskontruksi, didalamnya mengajak kita untuk memahami kontradiksi yang ada di dalam teks dan mencoba untuk membangun kembali makna-makna yang sudah melekat dalam teks tersebut. Saya beri contoh Pangeran Diponegoro itu pahlawan atau pemberontak? Itulah aplikasi dari teori ini, Diponegoro merupakan pemberontak bagi pemerintah Belanda namun, dia adalah sosok pahlawan bagi Indonesia” jelasnya.

Sebagai epilog dalam dialog kali ini, Dr. Waskito mengingatkan untuk menanamkan kembali budaya tentang etika, kejujuran, dan moral yang harus ditegakkan guna menjaga kedamaian bersama. Prof. Bani mengajak untuk berfikir bahwa negara ini milik kita bersama yang harus kita jaga keutuhan dan kedamiannya. (Humas FIB)