Page Detail

Prof. Anhar Gongong Menjadi Pembicara Forum Diskusi Sansekerta 2020 (Forum Mahasiswa Sejarah, FIB) dengan Tajuk  Menilik Peran Pemuda dalam Persatuan Indonesia

Prof. Anhar Gongong Menjadi Pembicara Forum Diskusi Sansekerta 2020 (Forum Mahasiswa Sejarah, FIB) dengan Tajuk Menilik Peran Pemuda dalam Persatuan Indonesia

Gelora memperingati hari sumpah pemuda patutlah disemarakkan, dengan melaksanakan kegiatan yang mampu, mendorong semangat kebangsaan bagi kita semua. Layaknya seperti Forum Mahasiswa Sejarah (FMS) Fakultas Ilmu Budaya (FIB), UNS. Yang menggelar Semarak Sejarah Kebudayaan Sebelas Maret Surakarta (Sansekerta) 2020 dengan mengusung tema diskusi Menilik Peran Pemuda dalam Persatuan Indonesia. Hadir sebagai pembicara. Pertama  Bonnie Triyana sejarawan dan pemred Historia.Id. Kedua Prof. Anhar Gongong guru besar Ilmu Sejarah UI. Ketiga Eko Sulistyo sejarawan dan deputi kantor staff presiden 2015 – 2019.

Dalam sambutannya ketua prodi Ilmu Sejarah FIB, Dr. Susanto, M.Hum mengatakan bahwa tema yang diambil dalam Sansekerta 2020, sangat tepat dan relevan dengan era saat ini. “Selamat memperingati hari sumpah pemuda. Sumpah pemuda itu perjalanan mengkaitkan fakta sejak Oktober 1928 hingga saat ini, karena itu saya katakan bahwa panitia tepat dalam pemilihan tema. Tugas kita harus mengkaitkan fakta dan menggalakkan persatuan kebangsaan, semoga lewat seminar ini mampu menghasilkan suatu reproduksi baru, dari semangat keberagaman Republik Indonesia di era milenial ini” paparnya.

 Dekan FIB, Prof. Dr. Warto, M.Hum juga mengapresiasi dengan diadakan Sansekerta 2020, menurutnya lewat forum semacam ini, semua dihimbau mampu menjunjung cita-cita luhur dalam bernegara dan bermasyarakat. “Fakultas merasa sangat bergembira dengan diadakan Sansekerta 2020 ini, Webinar ini bisa sebagai forum sharing, diskusi, tukar pengetahuan, kepekaan terhadap sejarah dan membangkitkan semangat untuk memepelajari sejarah, sebagai referensi dalam menapaki perjalanan bangsa kedepan. Lantas tugas kita adalah mengingat , merawat dan dapat menjunjung cita-cita luhur dalam bernegara dan bermasayarakat” jelasnya.

Sebagai pembicara pertama, Bonnie Triyana menyampaikan materinya tentang Ikrar Pemuda 1928: Makna dan Proyeksi Masa Depan. Dengan lugas dia mengatakan proses pemuda Indonesia untuk membangkitkan kesadaran pergerakan atas dasar satu bangsa, dimulai dari organisasi/ kelompok kedaerahan. “Muncullah kesadaran berorganisasi karena mereka merasa tidak bisa lagi dibagi atas ras. Jong Java misalnya merupakan identitas kedaerahan sebagai dampak dari Hindia Belanda yang disatukan tetapi mereka tidak merasa sebagai Hindia Belanda. Dan, kesadaran bahwa saya orang Indonesia/ Sumatera sebelum keindonesiaan sudah ada” ungkapnya.

Senada dengan Bonnie Triyana, pembicara kedua Prof. Anhar Gonggong juga menekankan bahwa pemuda Indonesia adalah wujud dari sebuah generasi yang jenuh, dengan penjajahan dan akhirnya melahirkan kreatifitas. “Sebenarnya orang-orang muda ini melahirkan Indonesia dengan pemikiran-pemikiran dan imajinasi mereka. Imajinasi ini diwujudkan dengan dialog antar pemuda yang berbeda-beda. Dapat diinterpretasikan bahwa pemuda Indonesia adalah murni wujud dari sebuah generasi yang jenuh dengan penjajahan dan akhirnya melahirkan kreatifitas. Yang menciptakan Indonesia adalah orang-orang yang cerdas dan tercerahkan, proses peranan pemuda itu tidak sekedar proses persatuan, disamping itu dia melahirkan rumusan-rumusan yang mendukung kelangsungan kita hidup selama ini” tambahnya.

Dalam materinya mengenai Makna Persatuan dan Peran Pemuda pada Masa Orde Lama, guru besar Ilmu Sejarah UI, yang kita juga kerap melihatnya lewat berbagai acara tlak show di televisi itu juga menyinggung, bahwa pemuda sebagai generasi terdidik yang mampu mengkoordinir penyelenggaraan Kongres Sumpah Pemuda I dan II. “Lewat pemuda yang terdidik inilah yang selanjutnya mampu mengkoordinir penyelenggaraan Kongres Sumpah Pemuda I dan II. Walau pada Kongres Sumpah Pemuda I, para pemuda belum sepenuhnya bersepakat. Namun, pada Kongres Sumpah Pemuda II, para pemuda yang berdialog akhirnya berhasil bersepakat dan menyepakati 3 ikrar. Salah satunya adalah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan” terangnya.

Sebagai pembicara pamungkas Eko Sulistyo, menarik suatu garis hubung relevansi antara sumpah pemuda dengan peran pemuda di masa sekarang, ditengah dunia yang sedang temaram imbas pandemi Covid-19. “Setiap zaman memiliki suatu tantangannya sendiri, khususnya generasi muda adalah bagaimana kita selalu update tentang data. Menurut data dari berbagai sumber, generasi muda adalah generasi ikut terdampak oleh pandemi ini. Terutama dalam potensi angkatan kerja. Untuk itu saya juga himbau, bagi anak-anak sejarah misalnya. Bagaimana kita mampu menyusun, mencatatat dan merekam lantas membagi beberpa hal mengenai pandemi saat ini untuk generasi mendatang” ujarnya.

Dengan mengusung tajuk Menilik Peran Pemuda dalam Persatuan Indonesia,  Sansekerta 2020 menjadi fasilitator untuk kita menilik lebih lagi bahwa, tidak dapat dipungkiri peran pemuda cukup eksis dalam sejarah Indonesia. Ketika berbicara tentang persatuan pemuda Indonesia, selalu saja kita diingatkan pada sumpah pemuda adalah rujukan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang kita peroleh di masa kini. (Rensi)