
Narasi Budaya Seri Ke-7 Diskusikan Wacana Kritis Perempuan dan Seni Gandrung
Jumat, 23 Mei 2025, di FIB diselenggaran kegiatan yang bertajuk Narasi Budaya. Kegiatan ini diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting dan merupakan kegiatan seri ke-7. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk kerja sama antara antara Program Studi (prodi) S-3 Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Prodi S-3 Kajian Budaya FIB Universitas Udayana (UNUD).
Kegiatan ini mengundang I Gusti Ayu Andani Pertiwi (Prodi Doktor Kajian Budaya FIB UNUD) dan Mahfud (Prodi S-3 Kajian Budaya FIB UNS) sebagai narasumber. Tema diskusi yang diangkat adalah Wacana Kritis Perempuan dan Seni Gandrung. Sebanyak 57 peserta mengikuti kegiatan yang dimoderatori oleh Putu Titah Kawitri Resen (Dosen Prodi Doktor Kajian Budaya FIB UNUD) ini.
Sekapur sirih disampaikan oleh Ketua Prodi S-3 Kajian Budaya FIB UNS, Dra. S.K. Habsari, M.Hum., Ph.D. Habsari menuturkan bahwa kegiatan ini dalam rangka memperkuat kajian budaya sebagai kajian yang tidak hanya di Indonesia saja melainkain di seluruh dunia. “Kajian budaya dapat kita jadikan alat untuk mengupas makna aspek budaya dimana pun, berbeda daerah atau bahkan negara kontekstual yang dikaji akan semakin bervariatif,” ungkap Habsari.
Narasumber pertama, Andani Pertiwi, memaparkan tentang Resistensi Perempuan terhadap Ideologi Patriarki dalam Teks Sastrawan Jepang dan Bali. Melalui perbandingan novel Out dan Gadis Minimarket (Jepang) dengan novel Kenangan dan Tempurung (Bali), Andani Pertiwi ingin menjelaskan aspek penolakan terhadap peran gender tradisional. “Melalui pendekatan dekonstruksi pada keempat novel ini, semuanya saya bongkar dan mendapati bahwa ekspetasi Perempuan yang harus tunduk pada budaya patriarki justru menunjukkan hal sebaliknya, bahwa indentitas peremuan itu bersifat tidak tetap dan cair,” jelasnya.
Narasumber kedua, Mahmud, menjabarkan tentang Seni Gandrung. Mahmud menerangkan bahwa Gandrung itu memiliki daya tarik emosional yang secara kasat mata sulit dipahami dengan nilai teoretis. “Seni Gandrung memiliki nilai yang sifatnya tidak tampak. Ada aspek sakral yang serupa dengan ritus-ritus adat, dan sebagai ciri khas daerah yang memiliki kekuatan magis,” paparnya.
Mahmud menambahkan bahwa Seni Gandrung ini dinarasikan sejak zaman penjajahan. Gandrung menyajikan gerak tari yang dinamis dan energik diiringi musik yang memiliki ritme cepat serta dibumbui oleh mantra-mantra tertentu. Hal ini mengambarkan bahwa Seni Gandrung bukan hanya sajikan tari bisa namun didalamnya syarat akan aspek spiritualitas. “Konon katanya Seni Gandrung disajikan untuk menghipnotis para penjajah agar mereka tergila-gila dan berimbas lemahnya mereka,” imbuhnya.
Narasi Budaya Seri ke-7 ini ditutup oleh Kaprodi Doktor Kajian Budaya FIB UNUD, Prof. I Nyoman Darma Putra, Ph.D. Nyoman Darma Putra mengapresiasi kegiatan ini karena banyak ilmu pengetahuan baru di setiap serinya. “Nah, ini merupakan salah satu model studi kajian budaya, ada berbagai ragam kajian budaya. Misalanya, Seni Gandrung kemudian sastra juga dapat dijadikan petunjuk, karena dalam sastra itu tidak hanya tentang aspek estetitka bahasa saja melainkan banyak terdapat persoalan sosial, politik, kekuasan identitas, dan gender. Semoga kegiatan ini terus berkelanjutan dan memberikan sebanyak mungkin manfaat,” pungkasnya. (Humas FIB UNS)