Page Detail

Masa Transisi Prodi S-2 Kajian Budaya  Isi dengan Gelar Forum Diskusi tentang Resiliensi Seni Tradisi

Masa Transisi Prodi S-2 Kajian Budaya Isi dengan Gelar Forum Diskusi tentang Resiliensi Seni Tradisi

Menukil prakata dari Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof. Dr. Warto, M.Hum. mengisi masa transisi dengan kegiatan bermakna adalah cara yang paling elegan. Mengilhami hal tersebut Program Studi (prodi) S-2 Kajian Budaya mengisi momentum kepindahan pengelolaan dari Sekolah Pascasarjana ke FIB UNS dengan menggelar Seminar Nasional Kajian Budaya dan Seni Tradisi (Semnas-KBST) pada Senin pagi (19/06/2023), mengangkat tajuk Resiliensi Seni Tradisi di Masa Kini seminar ini diikuti oleh 81 peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen Prodi S-2 Kajian Budaya, praktisi dan penggemar seni.

Semnas-KBST mengundang Dr. Karkono, M.A. (Universitas Negeri Malang (UM)),  Dr. Bayu Wijayanto, M.Sn. (Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta), dan Dr. Widodo Ariwibowo, M.Sos. (Prodi S-2 Kajian Budaya UNS) sebagai narasumber. Laporan kegiatan secara detail diinformasikan oleh Ketua penyelenggara, Dr. Prasetyo Adi Wisnu Wibowo, M.Hum., menurut beliau kegiatan ini adalah upaya untuk menggali nilai-nilai untuk merespon permasalahan di ranah seni dan tradisi yang tumbuh di masyarakat. “Aspek yang terdapat dalam nilai-nilai kebudayaan dianggap mampu menjadi solusi, di mana aspek dari displin lain belum tentu bisa menjawab. Budaya mampu menjawab pelbagai persoalan dengan prespektif yang lebih luas” ungkap Dr. Prasetyo.

Plt. Kepala Prodi S-2 Kajian Budaya dalam sambutanya lugas mengatakan bahwa tradisi tidak akan pernah lekang dimakan masa, selain itu dalam catatan sejarah tradisi kita memiliki taring. “Ada satu kisah luar biasa karya Mr. Supomo, ketika zaman VOC, mereka tidak pernah menangani masalah hukum. Jadi, yang dipakai pada zaman tersebut adalah hukum Mataram. Artinya, hal tersebut merupakan tradisi dari zaman Mataram yang masih digunakan oleh VOC,” tuturnya.

Kegiatan ini dibuka Oleh Prof. Warto, melalui sambutanya beliau mengatakan bahwa tugas sebagai masyarakat akademik adalah menciptakan suatu ruang diskusi untuk meminimalisirkan bentuk superioritas pendapat dari salah satu pihak. “Mari melalui forum ini kita saling berdialog, karena ilmu yang tidak didialogkan akan mati dan menjadi dogma. Seminar ini merupakan suatu sarana untuk kita menengok kembali potensi yang mungkin terlupakan, simpulannya kita bisa menggali suatu cara mengatasi deru ombak yang tidak menentu didenyut modernisasi ini” ungkapnya.

Pemaparan tentang resiliensi seni tradisi yang di moderatori oleh Dr. Mibtadin, S.Fil.I., M.SI. ini dibuka oleh Dr. Karkono, beliau menyatakan bahwa tradisi kita memiliki potensi yang luar biasa tinggal bagaimana diolah agar tetap adaptif di masa sekarang. “Seni tradisi dengan beragam jenisnya memiliki keunggulan berupa kandungan sistem nilai dan kepercayaan yang telah teruji oleh perjalanan waktu dan ruang. Dia (tradisi) berharga sejak dalam dirinya dan memiliki posisi tawar yang seharusnya tidak perlu dikasihani atau dikhawatirkan akan tergerus zaman” bebernya.

Dr. Bayu dan Dr. Widodo dalam pemaparannya juga senada mengatakan bahwa seni tradisi merupakan jenama masyarakat, karena itu formulasinya dapat mengerucut guna solusi bagi permasalahan yang ada di masyarakat. Rampung forum diskusi dilanjutkan forum paralel secara daring melalui Zoom Meeting, forum ini diikuti oleh beberapa peneliti yang akan memaparkan karyanya. (Gar/Rensi)