Page Detail

Ingin Belajar Mandiri Dorong Mahasiswa Sastra Indonesia  FIB,  Lolos Pendanaan Start Up Contest Digital Preneur UNS

Ingin Belajar Mandiri Dorong Mahasiswa Sastra Indonesia FIB, Lolos Pendanaan Start Up Contest Digital Preneur UNS

Dituntut agara mampu belajar mandiri. Kemandirian itu bisa diwujudkan dengan menjadi seorang wirausaha. Salah satu bukti yang bisa diteladani adalah upaya Mahmud Zulfikar, salah satu mahasiswa prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB), UNS, yang mengajukan proposal dan dinyatakan lolos pendanaan Start Up Contest Digital Preneur dari UNS. Fokus dari usaha yang diajukan Zulfikar adalah angkringan kopi yang diberi nama Angkringan Retrospective. Menurut mahasiswa yang hobi membaca ini, budaya minum kopi tengah naik daun dan banyak digemari.

“Dalam membangun usaha ini, saya ingin mandiri, menyambung langkah ke depan dan terutama tidak bergantung pada orang lain. Hal tersebutlah yang memacu saya untuk menghadirkan Angkringan Retrospective. Saat ini semuan tentang kopi menjadi tren bagi semua usia. Alhamdulillah proposal Preneur saya juga dinyatakan lolos pendananan oleh Universitas Sebelas Maret” terang Zulfikar.

Faktor penting yang menjadikan proposal mahasiswa kelahiran Indramayu ini lolos pendanaan adalah, sisi penulisan yang terperinci menjelaskan bahwa Angkringan Retrospective mampu dilirik dan mengundang banyak konsumen. Gambaran kedai kopi yang hanya bisa dikunjungi oleh strata teretentu. Pandangan tersebutlah yang ingin dipatahkan oleh mahasiswa Sastra Indonesia FIB ini, Angkringan Retrospective tetap menjajakan coffe based, coklat dan milkshake layaknya ‘kedai kopi mahal’. Namun, konsep tata warungnya dibuat layaknya angkringan sederhana namun tetap mengutakamakan kenyamanan. Selain itu angkringan sendiri juga kerap dianggap menjadi, suatu ciri khas tempat nongkrong bagi masyarakat Solo.

 “Angkringan merupakan ciri khas budaya nongkrong di Solo, menjadi ide menarik ketika menggabungkan dua konsep ini. Saya coba mengolaborasikan angkringan dengan kopi, agar kopi tidak terkesan hanya dimiliki orang-orang urban dengan harga yang mahal. Dari sana kami berinisiatif menyajikan menu khas hidangan istimewa kampung (hik), dengan minuman-minuman urban seperti coffe based, coklat dan milkshake” jelasnya.

Menurut Zulfikar, perbedaan Angkringan Retrospective dengan kedai kopi kebanyakan adalah tersedianya ruang diskusi. Sebuah pelayanan yang ramah dan hangat pada setiap konsumen,  lantas membuatnya masuk dalam lingkar pertemanan. Lewat hal tersebutlah akan banyak menghasilkan banyak diskusi dari pelbagai pemikaran, yang kemudian dapat saling bertukar pengetahuan.

“Selain itu konsep yang menjadi ciri khas adalah ruang diskusi, Retrospective selalu mencoba menyapa pelanggan dan membuat mereka menjadi bagian dari pertemanan kami. Sehingga nantinya usaha ini bisa menjadi ruang intelektual antar individu, yang berasal dari berbagai macam golongan dan pemikiran” pungkasnya. (Rensi)