Page Detail

Bahas Perubahan Sosial Abad XIX dan Awal Abad XX, Prodi Ilmu Sejara FIB UNS Kembali Gelar Webinar bersama Konsorsium Sejarawan Muda Indonesia

Bahas Perubahan Sosial Abad XIX dan Awal Abad XX, Prodi Ilmu Sejara FIB UNS Kembali Gelar Webinar bersama Konsorsium Sejarawan Muda Indonesia

Merajut kerja sama guna mencerdaskan bangsa merupakan tugas masyarakat akademik. Hal tersebut yang memapah perjalanan Program Studi (prodi) Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) menjalin kerja sama dengan Prodi Ilmu Sejarah di beberapa universitas dan melahirkan Webinar Konsorsium.  Kegiatan ini dilakukan guna menggenapi perolehan Indikator Kinerja Utama (IKU) Perguruan Tinggi, dilaksanakan secara daring melalui Zoom  pada Selasa (27/09/2024).

Kegiatan bertajuk Perubahan Sosial Abad XIX dan Awal Abad XX: Jawa dan Sumatera Timur ini mengundang Dr. Latifatul Izzah, M.Hum. (Prodi Ilmu Sejarah FIB Universitas Jember) dan Dr. Ririn Darini, S.S., M.Hum. (Prodi Ilmu Sejarah FISHIPOL Universitas Negeri Yogyakarta) sebagai narasumber, dengan dimoderatori oleh Dr. Daya Negri Wijaya, S.Pd., M.A. (Departemen Sejarah FIS Universitas Negeri Malang).

Narasumber pertama, Dr. Latifatul, memaparkan tentang Dampak Industri Perkebunan Terhadap Perubahan Sosial do Regentschap Bondowoso, 1870-1935. Materinya memetakan tentang wilayah Regentshap Bondowoso Tahun 1870 terdiri dari tujuh distrik, antara lain Distrik Bondowoso, Distrik Wonosari, Distrik Penanggungan, Distrik Sukokerto, Distrik Jember, dan Distrik Puger.

Dr. Latifatul juga menerangkan beberapa aspek yang membedakan antara wilayah Regentschap Bondowoso dengan wilayah yang lain. “Masyarakat yang datang ke Regentschap Bondowoso mayoritas adalah Etnis Madura yang berasal baik dari Pulau Madura, Bawean maupun Sapudi. Karakter mereka sudah terbentuk menjadi orang yang individualis berkat kondisi alamnya yang mengganas. Ekologi Tegal yang melingkupi kehidupan masyarakatnya, berakibat lebih mendahulukan kepentingan diri dan keluarganya ketimbang memikirkan milik bersama atau milik komunal,” terangnya.

Dr. Ririn Darini, sebagai narasumber kedua menyinggung tentang lini kesehatan dalam materinya yang berjudul Perbaikan Kesehatan di Sumatera Timur Era Kolonial. Beliau menjelaskan bahwa pada tahun 1916 Sumatera Timur sebagai tujuan migrasi, karena hal tersebut persoalan tentang gangguan kesehatan mulai bermunculan. “Angka kematian kala itu sangat tinggi, wabah penyakit berkembang diakibatkan sanitasi lingkungan yang buruk, dan diperburuk dengan fasilitas kesehatan sangat minim” ungkapnya.

Akhir pembahasan Dr. Ririn menjelaskan beberapa cara penanganan kehesatan di Sumatera Timur pada tahun 1916. “ Tindakan preventif misalnya karantina, penyediaan air bersih dan gizi yang baik, pemeliharaan sanitasi yang baik, serta kegiatan penelitian penyakit. Tindakan kuratif seperti halnya Pembangunan rumah sakit, perawatan, dan pemberian obat, kegiatan tersebut terbukti berhasil menyelesaikan permasalahan,” pungkasnya (Humas FIB)