Angkat Tema Tanah Keprabon, Laboratorium Vorstenlanden Prodi Ilmu Sejarah FIB UNS Gelar Webinar Series
Menukil kalimat dari Moh. Hatta bahwa, sejarah tidak sekedar kejadian masa lampau, tetapi pemahaman masa lampau yang di dalamnya mengandung berbagai dinamika, mungkin berisi problematika pelajaran bagi manusia berikutnya. Berpijak pada pemaham tersebut Laboraturium Vorstenlanden Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNS, rutin menggelar webinar setiap hari sabtu di bulan Juni. Kali ini pada Sabtu pagi (5/06/2021) laboratorium yang berdiri pada tahun 2020 itu menggelar webinar series dengan mengangkat pembahasan tentang Tanah Keprabon.
Dalam kegiatan ini menghadirkan Tri Wibisono, S.T., M.T. (Direktur Pengukuran dan Pemetaan Kadastral Kementrian ATR/BPN) sebagai pembicara dan Dr. Susanto, M.Hum (Kaprodi Ilmu Sejarah FIB UNS) sebagai pembahas. Yusana Sasanti Dadtun, S.S., M.Hum dosen prodi Ilmu Sejarah dan juga pembawa acara dalam kegiatan ini memaparkan tujuan pengambilan tema Tanah Keprabon, menurutnya tema tersebut dianggap relevan dengan permasalahan saat ini.
“Pemilihan tema ini dilatarbelakangi oleh permasalahan tanah di wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Permasalahan tanah tersebut muncul setelah wilayah Mataram terbagi menjadi dua, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta melalui Perjanjian Giyanti (13/02/1755). Peristiwa tersebut memiliki kesinambungan dengan permasalahan tanah yang saat ini terjadi di Yogyakarta. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan diskusi sejarah mengenai tanah keprabon berdasarkan perkembangan Yogyakarta sebagai daerah istimewa” ungkapnya.
Dalam pembahasannya Tri Wibisono memaparkan Rijksblad Kasultanan & Kadipaten. Isi dari Rijksblad Kasultanan dan Kadipaten menyatakan bahwa semua bumi yang tidak terbukti memiliki hak milik merupakan kepunyaan Ngayogyakarta. “Pada masa pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), DIY sendiri memposisikan diri sesuai dengan Perda Petunjuk Jawatan No. 3 Tahun 1950 yaitu sebagai tanah negeri yang ada dan kemudian ini yang menjadi persoalan sampai sekarang” paparnya.
Ditambahkan oleh Dr. Susanto dalam materinya yang berjudul Realisasi Negara, Kekuasaan dan Tanah Jawa: Materi Bahasan Webinar Tanah Keprabon, menerangkan bahwa inti dari Rijksblad Kasultanan & Kadipaten adalah memberikan wewenang pengelolaan tanah desa untuk pihak birokrasi baru yang bernama kelurahan. “Jadi yang menjadi tonggak sejarah pertanahan di Indonesia adalah Maklumat No. 18 Tahun 1946 karena hak-hak Sultan atas DIY semakin kuat setelah ada nama Istimewa dari satu pemerintahan baru yang disebut Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta,” lugasnya.
Webinar Tanah Keprabon diikuti oleh sekitar 60 peserta yang terdiri dari mahasiswa, dosen, dan sejarawan. Webinar series selanjutnya akan membahas DIY dalam Perspektif Otonomi Daerah dengan mengundang Kuswanto, Ph.D dari Depdagri, pada Sabtu pagi (19/06/2021). (Rensi)